Rabu, 22 Desember 2021

Inner Journey, Perjalanan Jauh ke Dalam



Penulis: Ruy Pamadiken
Editor: Indro Suprobo
Terbit: Desember 2021
Ukuran: 14 x 20 cm, xiv + 178 hlm

Inner Journey, Perjalanan Jauh ke Dalam, adalah buku ketiga Ruy Pamadiken yang menawarkan cara berbeda dalam menghadapi realitas harian. Meminjam istilah yang digunakan oleh Abraham Maslow, seorang pengusung psikologi humanistik ternama, melalui narasi-narasi pendek yang ada di dalamnya, buku ini menawarkan cara menghadapi realitas harian dengan apa yang disebut sebagai Being-Cognition atau disingkat B-cognition, yakni memahami, mengenali, menyelami dan memaknai realitas harian dengan being, menjadi, terlibat secara mendalam dan partisipatif, menyatu di dalamnya secara keseluruhan, sehingga realitas harian itu menjadi terbuka, menyingkapkan dirinya, menawarkan kesatuan utuh dengan keseluruhan, dan melepaskan ikatannya dengan waktu linear, menjadi sebuah momen yang tak terbatas waktu, yang tersingkap dan terbuka senantiasa, ….menjadi timeless moment. Ia menjadi saat yang tak lekang oleh pembatasan waktu, menyatukan masa lalu dan masa depan dalam saat sekarang yang agung dan mendalam.

Melalui being-cognition, buku ini mengajak setiap orang yang membacanya untuk menghadapi realitas harian bukan semata-mata sebagai realitas instrumental yang menjadi alat untuk mencapai tujuan yang lainnya, melainkan sebagai realitas yang menarik setiap orang untuk masuk ke dalam makna terdalam, mengalami kepenuhan, merasakan kesatuan dengan segala sesuatu yang berada di luar dirinya dan yang lebih besar dari dirinya. Dengan demikian Timeless Moment ini menjadi peak experience, sebuah pengalaman puncak yang membawa setiap orang kepada kepenuhan makna dan keutuhan dalam kesatuan dengan semesta.

Dalam tradisi Kitab Suci Kristen, cara menghadapi realitas harian seperti ini tercermin dalam pilihan Maria untuk duduk di dekat kaki Yesus, mendengarkan dan belajar dari-Nya. (Luk 10:38-42). Ini sebuah pilihan yang berbeda dengan pilihan Marta yang bersifat instrumental. Kedua cara menghadapi realitas harian ini, sebagaimana dipilih oleh Maria dan Marta, bukanlah pilihan yang beroposisi biner, bukan pilihan mana yang lebih baik dan mana yang lebih buruk, melainkan sebuah pilihan dalam keseimbangan. Keduanya penting. Realitas harian musti dihadapi secara instrumental demi tujuan tertentu, namun sekaligus perlu dihadapi sebagai sabbath, saat hening dan saat kepenuhan.

Ruy Pamadiken dalam buku ini sedang menunjukkan dan mengajak para pembaca untuk menyelami proses keseimbangan itu. Kisah-kisah yang ditawarkan di dalam buku ini, dari dalam dirinya juga menarik pembaca untuk terlibat, menyelami, berpartisipasi, meresapi dan mencecap seluruh elemen pengalaman yang dikisahkan itu. Melalui cara ini, pembaca diajak untuk menjadi Maria yang mendekati sebanyak mungkin realitas harian sebagai timeless moment, yang dalam kitab suci dirumuskan dengan "bagian terbaik yang tak akan diambil daripadanya", dan pengalaman puncak yang menyediakan makna keseluruhan dan kepenuhan. Realitas harian yang dihadapi oleh penulis, ketika dibaca dan dinikmati, membuka dirinya menjadi pengalaman pembaca, menjadi peristiwa atau moment yang senantiasa terbuka bagi siapapun yang mau terlibat dan berpartisipasi di dalamnya, sehingga pembaca merasakan dan mengalami, serta menemukan semua yang berharga yang dapat ditemukan di dalamnya. Kegembiraan, air mata, ketakjuban, mukjizat yang bekerja secara tak dinyana-nyana, keterbatasan diri, kelemahan yang dibentuk oleh pembiasaan, semuanya dapat ikut ditemukan dan dialami sebagai pengalaman diri dan memasuki peak experience yang menyediakan "aha!".

Timeless Moment menjadi saat di mana realitas dan pengalaman harian dihayati dalam aktualisasi diri yang paling dalam, sehingga seluruh kekayaan yang tersembunyi di dalamnya, memancar, memenuhi seluruh kesadaran, berbicara dalam denting keheningannya yang paling sempurna, menyatakan dirinya, membiarkan diri ditemukan, dan pada gilirannya, menyediakan kebaharuan.

Timeless moment adalah undangan dan kesempatan yang senantiasa tersedia di dalam setiap realitas harian kita. Jika seseorang tak merasa terpanggil untuk menjawab undangan dan kesempatan itu, segala sesuatu yang tersedia di dalamnya, akan hilang lenyap. Ia hanya dapat dicecapi dan diselami oleh mereka yang memiliki kecintaan dan kemauan untuk memasukinya. Ia akan diselami oleh mereka yang senantiasa ikhlas untuk melangkah dalam perjalanan jauh ke dalam. Duc in altum.

Indro Suprobo
Editor